Langsung ke konten utama

Travel Lampung vs Travel Bandung

Di Bandung, Travel itu rata-rata atau mungkin hampir semuanya pakai elf, kursinya sudah modifikasi kayak kursi di bis. Walau legroom nya untuk yang setinggi saya (170cm an) bakal ngerasa sempit, tapi setidaknya nggak sampai membuat jadi claustrophobia. Supir nggak pernah nyetel musik selama perjalanan. Jadi masing-masing penumpang bagi yang punya headset bisa memilih lagu yang disukainya, via handphone masing-masing tentunya, pakai kuota masing-masing kalau mutarnya dari spotify atau youtube. Penumpang naik dan turun pada tempat yang semestinya, dari pool ke pool. Meskipun cukup merepotkan juga bagi yang sedang nyari alamat, tidak bisa diantarkan sampai depan pintu gerbang. Tapi angkutan umum di Bandung 24 jam kok, masih bisa cari angkot lewat jam 9 malam.


di Lampung, travel itu rata-rata mobil 7 seater. Kalau bukan Avanza, ya APV, atau Grandmax / Luxio. Tapi jangan pernah berharap mobil itu benar-benar dipake untuk 7 orang. Sebelah supir, isi 2 orang, baris kedua yang seharusnya 3 maksimal, bisa 4, baris ketiga yang seharusnya 2, bisa 3 atau 4, tergantung lebar badan penumpang. Untuk naik, kalau dapat travel yang resmi, dari agentnya. Tapi jika naik yang plat hitam, naik semau kita saja, namun biasanya ada tempat mangkalnya, di perempatan jalan raya besar pasti ada. Namun enaknya, untuk travel di Lampung, kita bisa request antar dan jemput sampai depan pintu gerbang rumah. Asalkan rumahnya masih di Bandar Lampung, kalau antar asalkan mau nambah biaya. Soal hiburan, full music tentunya, namun tidak bisa milih, itu hak prerogatif supir, penumpang hanya bisa jadi penikmat saja.


Namun dari itu semua, satu hal yang cukup sama, travel di Bandung ataupun Lampung sama-sama pecinta kecepatan. Kosong dikit, gaspol. Rekor perjalanan saya dari Bakauheni ke Bandar Lampung itu 1 jam 5 menit, saat pakai mobil ambulance dari kantor. Rekor itu terpecahkan saat naik travel, cukup 50 menit sudah sampai Bandar Lampung, itupun di saat tol belum ada. Silahkan dibayangkan

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Bersepeda

Sudah sebulan saya merubah pola transportasi harian saya. Dari yang semula full menggunakan motor, menjadi menggunakan sepeda. Bahkan pada awalnya saya berubah total menggunakan sepeda, karena sepeda motor mengalami kerusakan. Kini sesekali menggunakan motor dengan tetap bersepeda sebagai mode transportasi utama. Semua bermula dari salah satu challenge dari Aa Gym kepada seluruh Santri Karya. Inti challenge tersebut adalah Aa Gym akan membelikan sepeda bagi 10 orang yang bersedia berangkat kantor menggunakan sepeda. Semula saya ragu, apa sanggup buat bersepeda dari rumah ke kantor. Namun setelah melihat salah seorang teman, Mas Wahyono, yang jarak rumahnya lebih jauh dari saya, keberanian pun muncul. Terpilihlah saya menjadi salah satu dari 10 orang yang mendapatkan sepeda. Element Ecosmo 7+, sepeda yang penulis pakai sehari-hari. Bersepeda itu membutuhkan konsistensi, bukan hanya sekedar musiman. Sudah capek, kapok. Tidak seperti itu. Memang kita harus tetap memperhatikan ko

Merak Bakauheni

Merak Bakauheni numpak kapal, kapale fery. Adalah penggalan lagu dari Didi Kempot yang berjudul Kopi Lampung. Sudah jadi semacam kewajiban bagi yang dari Pulau Jawa ke Pulau Sumatera ataupun sebaliknya akan melewati Pelabuhan Merak dan Pelabuhan Bakauheni. Dahulu kala sebelum ada Pelabuhan Bakauheni, bagi yang ingin ke Pulau Sumatera dari Pulau Jawa harus dilalui via Pelabuhan Panjang. Namun semenjak 1981 Pelabuhan Bakauheni dibuat, penyebrangan ke Pulau Jawa difokuskan ke Pelabuhan Bakauheni tidak lagi via Pelabuhan Panjang. Meskipun belakangan ini mulai ada kembali penyebrangan dari Pelabuhan Panjang ke Pulau Jawa via Pelabuhan Tanjung Priok. Bedanya kalau yang dahulu penyebrangan lebih difokuskan ke daerah Srengsem, sekarang difokuskan ke Pelabuhan Panjang. Uniknya, dermaga yang dipakai adalah dermaga lama yang lokasinya sudah ada sedari jaman Belanda. Yakni Dermaga (lupa nomor berapa) yang berada di sebelah Kantor Kepanduan Pelabuhan Panjang. Bagi orang Sumatera perantauan sepert

Tere Liye: “Karena Penulis yang Baik Menemukan Sudut Pandang Spesial”

Disclaimer: Tulisan ini merupakan tulisan dari salah satu peserta, yakni Rinta Wulandari (Link sosial media akan disertakan di bagian akhir tulisan). Saya memasukkannya ke dalam blog pribadi saya sebagai pengingat waktu bahwa pada waktu itu saya pernah ikut serta jadi salah satu panitia dalam kegiatan ini. Sebagai apa? Itu tidak penting. Yang terpenting adalah banyak peserta yang terinspirasi. Salah satunya Mbak Rinta Wulandari ini. Semoga bermanfaat Link sumber dari tulisan ini ( Kompasiana ) Foto Spanduk Kegiatan. Sumber Foto : Rinta Wulandari Hari ini, minggu(10/11/2013). Aku sudah sampai di Polinela, tepatnya sebelah GSG nya, ada ruangan pertemuan. Di depannya sudah tampak para panitia, dan tumpukkan buku. Ah iya, Forum Lingkar Pena, ahad ini mengadakan taman baca keliling di acara talk show nya Tere-Liye. Memang tak habis ide, dalam menerbitkan selera baca bagi para pengunjung. Di ujung sebelah sana, ada penjualan buku juga, obral buku yang diadakan oleh panitia acara d