Langsung ke konten utama

Bersepeda

Sudah sebulan saya merubah pola transportasi harian saya. Dari yang semula full menggunakan motor, menjadi menggunakan sepeda. Bahkan pada awalnya saya berubah total menggunakan sepeda, karena sepeda motor mengalami kerusakan. Kini sesekali menggunakan motor dengan tetap bersepeda sebagai mode transportasi utama. Semua bermula dari salah satu challenge dari Aa Gym kepada seluruh Santri Karya. Inti challenge tersebut adalah Aa Gym akan membelikan sepeda bagi 10 orang yang bersedia berangkat kantor menggunakan sepeda. Semula saya ragu, apa sanggup buat bersepeda dari rumah ke kantor. Namun setelah melihat salah seorang teman, Mas Wahyono, yang jarak rumahnya lebih jauh dari saya, keberanian pun muncul. Terpilihlah saya menjadi salah satu dari 10 orang yang mendapatkan sepeda.

Element Ecosmo 7+, sepeda yang penulis pakai sehari-hari.


Bersepeda itu membutuhkan konsistensi, bukan hanya sekedar musiman. Sudah capek, kapok. Tidak seperti itu. Memang kita harus tetap memperhatikan kondisi badan. Agar tidak ambruk bagi pesepeda pemula. Namun konsistensi, bisa membentuk badan. Dari yang semula tidak bisa menanjak di sebuah tanjakan, hingga akhirnya bisa setelah terbiasa bersepeda. Hal ini juga yang semula menjadi tantangan bagi saya. Yang sudah bertahun-tahun tidak lagi bersepeda. Pekan pertama saya bersepeda diawali dengan rasa capek luar biasa. Sampai rumah pasti yang pertama dicari tempat tidur, habis sholat Isya langsung tidur. Pekan kedua, mulai berani bersepeda jarak jauh. Waktu itu mencoba ke CFD Dago. 9 KM dari rumah, 20 KM bolak balik. Sewaktu berangkat sangat bersemangat, karena masih pagi dan jalan ke arah Dago cenderung menurun. Semua berbalik saat perjalanan pulang. Di mana saya harus mendaki (sebenarnya tidak curam amat) di Jl Surya Sumantri. Melihat pesepeda lainnya melewati jalan tersebut dengan begitu santainya membuat saya kembali terpacu. Namun tetap, orang yang pertama kali bersepeda tidak akan tiba-tiba mengalahkan yang sudah biasa bahkan terlatih. Dilanjut lagi pekan selanjutnya, kali ini saya mencoba pulang dari CFD Dago ke rumah via DT, melewati Jl Sukajadi dan Setiabudi. Jalan yang sebenarnya tidak nanjak amat. Namun cukup menantang karena tanjakannya cukup panjang dan kecepatan tinggi. Kejadian terulang kembali, saya tidak bisa mengejar, kalah cepat sama Bapak-Bapak yang menggunakan Road Bike.

Gowes sampai Jembatan Pasupati


Pekan yang lalu (6 Des 19), Aa Gym mengajak kami bersepeda ke Eco Pesantren. Kali ini badan tidak ada lagi rasa penolakan yang berlebih. Sudah mulai terbiasa. Hanya di beberapa tanjakan ekstrim saya memang masih belum bisa sepenuhnya menggowes. Masih tenaga dorong. Sesampainya di Eco, kami
Aa Gym bersama tim Bike for Ibadah
semua beramai-ramai makan pisang rebus dan ubi. Usai istirahat makan, Pak Yunus DTI mengajak beberapa orang untuk lanjut ke Tahu Barokah. Saya tertantang, kata mereka tidak jauh jaraknya, dan tidak terlalu menanjak. Apa daya, dengan konfigurasi 7 speed, sepeda lipat saya sangat jauh tertinggal dibandingkan mereka yang 10 speed, 9 speed, ataupun 8 speed. Tetapi dengan sabarnya, Pak Yunus, Mas Riyadi menunggu saya. Alhamdulillah, semula rencana hanya ke Tahu Barokah, lanjut sampai ke Lembang. Sebuah pencapaian yang luar biasa, bisa bersepeda sampai ke Lembang, yang mempunyai beda elevasi lebih dari 200 meter dari DT.

Di tahun 2015, ada sebuah anime yang menarik perhatian saya, Yowamushi Pedal. Tentang seorang anak SMA, yang mengikuti pertandingan balap sepeda. Keunikan dari tokoh utama, Onoda. Dia menggunakan sepeda ibu-ibu untuk pergi ke kota sebelah yang jaraknya 45KM sekali jalan. Sepeda yang beratnya 2 kali lipat sepeda biasa, dengan konfigurasi yang sangat tidak nyaman tersebutlah yang menempa dirinya. Waktu itu sempat terpikir untuk membeli sepeda Road Bike. Karena terlihat keren. Keinginan memang berbeda dengan kebutuhan. Hehe. Kini, saya bisa mengendarai sepeda, meskipun tipenya adalah Sepeda Lipat. Tapi tetap sama serunya. :)
Yowamushi Pedal


Selanjutnya, saya akan tetap berusaha bersepeda. Mungkin mencoba bawa sepeda saat pulang ke Lampung. Lumayan jarak rumah orang tua dengan rumah mertua, 30 KM. Pasti akan menyenangkan.  Belum lagi dengan potensi mengunjungi beberapa tempat yang sebenarnya jaraknya tidak jauh-jauh amat dari rumah, tapi dulu sering terasa jauh, dan sangat bergantung dengan motor.

Element Ecosmo 7+ dalam kondisi terlipat



Komentar

Postingan populer dari blog ini

Merak Bakauheni

Merak Bakauheni numpak kapal, kapale fery. Adalah penggalan lagu dari Didi Kempot yang berjudul Kopi Lampung. Sudah jadi semacam kewajiban bagi yang dari Pulau Jawa ke Pulau Sumatera ataupun sebaliknya akan melewati Pelabuhan Merak dan Pelabuhan Bakauheni. Dahulu kala sebelum ada Pelabuhan Bakauheni, bagi yang ingin ke Pulau Sumatera dari Pulau Jawa harus dilalui via Pelabuhan Panjang. Namun semenjak 1981 Pelabuhan Bakauheni dibuat, penyebrangan ke Pulau Jawa difokuskan ke Pelabuhan Bakauheni tidak lagi via Pelabuhan Panjang. Meskipun belakangan ini mulai ada kembali penyebrangan dari Pelabuhan Panjang ke Pulau Jawa via Pelabuhan Tanjung Priok. Bedanya kalau yang dahulu penyebrangan lebih difokuskan ke daerah Srengsem, sekarang difokuskan ke Pelabuhan Panjang. Uniknya, dermaga yang dipakai adalah dermaga lama yang lokasinya sudah ada sedari jaman Belanda. Yakni Dermaga (lupa nomor berapa) yang berada di sebelah Kantor Kepanduan Pelabuhan Panjang. Bagi orang Sumatera perantauan sepert

Tere Liye: “Karena Penulis yang Baik Menemukan Sudut Pandang Spesial”

Disclaimer: Tulisan ini merupakan tulisan dari salah satu peserta, yakni Rinta Wulandari (Link sosial media akan disertakan di bagian akhir tulisan). Saya memasukkannya ke dalam blog pribadi saya sebagai pengingat waktu bahwa pada waktu itu saya pernah ikut serta jadi salah satu panitia dalam kegiatan ini. Sebagai apa? Itu tidak penting. Yang terpenting adalah banyak peserta yang terinspirasi. Salah satunya Mbak Rinta Wulandari ini. Semoga bermanfaat Link sumber dari tulisan ini ( Kompasiana ) Foto Spanduk Kegiatan. Sumber Foto : Rinta Wulandari Hari ini, minggu(10/11/2013). Aku sudah sampai di Polinela, tepatnya sebelah GSG nya, ada ruangan pertemuan. Di depannya sudah tampak para panitia, dan tumpukkan buku. Ah iya, Forum Lingkar Pena, ahad ini mengadakan taman baca keliling di acara talk show nya Tere-Liye. Memang tak habis ide, dalam menerbitkan selera baca bagi para pengunjung. Di ujung sebelah sana, ada penjualan buku juga, obral buku yang diadakan oleh panitia acara d